PROSES LEGISLATIF DI INDONESIA
Apabila politik diartikan sebagai gejala manusia dalam rangaka
mengatur hidup bersama maka esensi politik sebenarnya juga suatu
komumikasi. Komunikasi adalah hubungan antar manusia dalam rangka mencapai
saling pengertian (Panuju, 1997). Shannon
dan Weaver (1949) menyatakan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksimunusia
yang saling pengaruh dan mempengaruhui satu sama lainnya sengaja atau tidak
sengaja. Tidak terbatasdalam bentuk komunikasi menggunakan bahasa verbal tetapi
juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni danteknologi. Menurut Alfian (1993)
komunikassi politik diasumsikan sebagai yang menjadikan sistem politik ituhidup
dan dimanis. ³Komunikasi politik mempersembahkan semua kegiatan sistem politik
baik masa kinimaupun massa lampau, sehingga aspirasi dan kepentingan
dikonvermasikan menjadi berbagai kebijaksanaan.Komunikasi menurut Harmoko pada
intinya adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh
sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh kegiatan jenis komunikasi
tersebut dapatmengikat semua kelompok atau warganya. Komunikasi politik adalah
upaya sekelompok manusia yangmempunyai orientasi, pemikiran politik atau
ideologi tertentu dalam rangka menguasai atau memperolehkekuasaan (Rauf, 1993).Unsur-unsur
dalam komunikasi pada umumnya terdiri dari: komunikator, komunikan, pesan,
media, tujuan,efek, dan sumber komunikasi. Semua unsur tersebut berada pada dua
situasi politik atau struktur politik yakni pada suprastruktur politik dan
infrastruktur politik. Yang dimaksud suprastruktur misalnya: Lembaga
Legislatif,Eksekutif, dan Yudikatif. Sedangkan yang dimaksud dengan
infrastruktur misalnya: partai politik, kelompok kepentingan, tokoh politik, dan media komunikasi politik.Sistem politik menurut David Easton
sebagaimana disebutkan dalam bukunya Asystem Analysis of PoliticalLife (1965),
adalah keseluruhan dari interaksi yang menagkibatkan terjadinya pembagian nilai
bagi masyarakat.Cara kerja sistem politik ditentukan oleh adanya suatu masukan
dari lingkungan dan setelah melalui prosestertentu membentuk sejumlah output.
Selanjutnya output ini diberikan kembali kepada lingkungan sebagaiumpan balik
(Panuju, 1994).Input terdiri dari dari dukungan-dukungan dan tuntutan-tuntutan.
Dukungan dapat terarah kepada masyarakat politik; rezim atau cara
pemerintah (asas-asas politik yang berlaku, tujuan-tujuan dan norma-norma); dan
para pemegang kekuasaan (atoritas). Sedangkan yang dimaksud dengan output
adalah kebijaksanaan pemerintah ataunorma-norma dan produk yuridis yang
dipergunakan untuk mengatur kehidupan bersama.Melalui komunikasi politik rakyat
memberikan dukungan menyampaikan aspirasi, dan melakukan pengawasanterhadap
sistem politik. Melalui komunikasi pula rakyat dapat mengetahui apakah
dukungan, aspirasi dan pengawasan itu tersalur atau tidak dalam berbagai
kebijaksanaan politik (Rauf, 1993). Karena itulah Rudinimembuat hipotesis,
bahwa semakin sehat dan tinggi kualitas komunikasi politik dan sistem politik
menunjukan bahwa sifat dan kualitas demokrasi sistem politik itu semakin
sehat dan tinggi.Yang mampu dilakukan oleh komunikasi politik adalah:1)
Komunikasi merupakan cara dan teknik penyerahan sejumlah tuntutan dan dukungan
sebagai input dalamsistem politik. Misalnya, dalam rangka artikulasi
kepentingan.2) Komunikasi digunakan sebagai penghubung antara pemerintah dengan
rakyat, baik dalam rangka mobilitasssosial untuk implementasi tujuan,
memperoleh dukungan, memperoleh kepatuhan dan integrasi politik.
Komunikasi juga digunakan sebagai bentuk umpan balik (feed back)
atas sejumlah output (kebijaksanaan pemerintah).3) Komunikasi menjalankan
fungsi sosialisasi politik kepada warga negara.4) Komunikasi menjalankan peran
memberi ancaman (conversion) untuk memperoleh kepatutan sebelum alat paksa
dipergunakan, sekaligus juga memberi batasan-batasan mengenai hal-hal yang
ditabukan untuk membatasi ruang gerak aktivitas politik masyarakat.5)
Komunikasi mengkoordinasikan tata nialai politik yang diinginkan, sehingga
mencapai tingkat homogenitasyang relatif tinggi. Homogenitas nilai-nilai
politik ini sangat menentukan stabilitas politik.6) Komunikasi sebagai kekuatan
kontrol sosial yang memelihara idealisasi sosial dan keseimbangan
politik.(Panuju,1998).Harold D. Lasswell salah seorang peletak dasar ilmu
komunikasi lewat ilmu politik menyebut tiga fungsi dasar yang menjadi
penyebab mengapa manusia perlu komunikasi : 1) adalah hasrat manusia untuk
mengontrollingkungannya; 2) adalah upaya manusia untuk dapat beradaptasi dengan
lingkungannya; 3) adalah upaya untuk melakukan tranformasi warisan
sosialisasi. Ketiga fungsi ini menjadi patokan dasar bagi setiap individu
dalam berhubungan dengan sesama anggota masyarakat. Profesor David K.
Berlo dari Michan State Universitymenyebut secara ringkas bahwa komunikasi
sebagai instrumen dari interaksi sosial berguna untuk mengetahuikeberadaan diri
sendiri dalam menciptakan keseimbangan dengan masyarakat (Byrnes, 1965).
Sedangkankomunikasi itu sendiri dipengaruhui oleh bebrapa faktor antara lain,
orang yang berkomunikasi, motivasinya,latar belakang pendidikannya, prasangka
pribadi (personal bias) (Thoha, 1983).Legislatif/Parlemen adalah suatu temapat
dimana secara formal masalah-masalah kemasyarakatan dibahas olehanggota
masyarakat. Kerena anggota masyarakat terlibat didalam pembahasan itu, maka
apapun yangdiputuskan mengikat seluruh anggota masyarakat untuk melaksanakan.
Karena fungsinya sebagai tempat berdiskusi seluruh anggota masyarakat,
maka Legislatif/parlemen
harus:1. Menggambarkan secara utuh
kelompok yang ada dalam masyarakat,2. Orang-orang yang terlibat didalamnya
memilliki keahlian minimal dan pengetahuan luas untuk memecahkan persoalan
masyarakat,3. Anggota Legislatif/Parlemen harus mengutamakan kepentingan
masyarakat daripada kepentingan diri sendiriatau kelompoknya. (Riswandha :
2001)Dalam hubungan Legislatif dan Eksekutif Daerah dalam proses perumusan
Peraturan Daerah maka komunikasiyang sering dilakukan adalah komunikasi
organisasi (antar organisasi) dan komunikasi antar pribadi(interpersonal).
(Thoha,1993) menjelaskan komunikasi organisasi adalah suatu komunikasi yang
terjadi dalamorganisasi tertentu. Ciri dari komunikasi organisasi ini adalah
berstruktur atau berherarki. Komunikasi inimempunyai struktur yang vertikal dan
horizontal. Dan sebagai akibatnya dapat pula berstruktur
keluar organisasi. Struktur yang terakhir jika organisasi tersebut
melakukan interaksi dengan lingkungannya.Pola Hubungan Eksekutif dan Legislatif
dalam Perumusan Peraturan Daerah sebagai Proses Legislatif Dengan
mengikuti kelaziman dengan teori ketatanegaraan pada umumnya maka salah satu
fungsi DPR adalahdibidang Legislatif. Fungsi Legislatif DPR tidak terlepas dari
konsep ³trias politica´ yang ditawarkan olehMontesquieu. Pendapat Montesquieu
kekuasaan itu berada pada satu tangan maka kekuasaan itu sering disalahgunakan.
Untuk mencegah penyalahgunaan ataupun penggunaan kekuasaan yang
berlebih-lebihan makakekuasaan itu dipisah-pisahkan (Thaib,1994).
Menurut konsep ³trias politica´ kekuasaan dalam negara dibagai ada
tiga yakni, kekuasaan Legislatif,kekuasaan Eksekutif dan kekuasaan yudikatif.
Dengan adanya sistem pemisahan tersebut maka didalam konsep³trias politica´
terdapat suasana ³check and balance´ karena masing±masing kekuasaan dapat
salingmengawasi, menguji sehingga tidak mungkin organ-organ kekuasaan itu
melampaui kekuasaan yang telahditentukan. Dengan demikian akan terdapat
pertimbangan kekuasaan antara lembaga-lembaga tersebut. Konsep³trias politica´
tersebut diadakan modifikasi dalam sistem pemerintahan negara-negara barat.
Sedangkanlandasan proses kekuasaan Legislatif di Indonesia secara garis besar
dilakukan oleh pihak Legislatif danEksekutif pada tataran DPR dan Presiden juga dilakukan oleh DPRD dan
pemerintah Daerah.Lembaga Legislatif kita bukanlah konsep barat. Sebagaimana
diketahui Undang-undang 1945 fungsi membuatUU yang lazim disebut fungsi
Legislatif bukanlah semata-mata dilakukan oleh DPR. Jelasnya fungsi
Legislatif dan ketetanegaraan dilaksanakan secara bersama-sama oleh
Presiden dan DPR Pasal 5 ayat (1) UUD 1945. Jadiadalah keliru kalau ada
sementara orang yang beranggapan itu adalah mutlak pada DPR. Apabila kita
tinjau darisudut pandang UUD 1945 maka pasal 5 ayat (1) UUD 1945 menentukan
bahwa Presiden memegang kekuasaanmembentuk undang-undang dengan persetujuan
DPR. Dari rumusan Pasal 5 ayat (1) secara tegas tanpa ragu-ragu dinyatakan
bahwa:1. Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.2. Bahwa
undang-undang yang dibentuk Presiden harus mendapat persetujuan DPR. Namun
begitu dengan adanya hubungan antara Presiden dan DPR dalam pembuatan
Undang-Undang makaPresiden tidak bisa membuat Peraturan perundang-undangan
dengan sewenang-wenang karena DPR akanmembatasinya dengan mengemukakan
kepentingan rakyat yang diwakilinya. Dengan demikian terdapat perimbangan
kekuatan antara Presiden dengan DPR.Dengan adanya reformasi dibidang politik,
hukum, dan perundang-undangan maka kedudukan DPRD danPemerintah Daerah saat ini
mengalami perubahan yang mendasar dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004.Menurut Riswandha fungsi DPR maupun DPRD sebagai wakil ada 3
(tiga) diantaranya pembentukan legitimasiadalah fungsi badan perwakilan atas
nama rakyat berhadapan dengan Eksekutif. Badan inilah secarakonstitusional
membentuk citra demokratis pemerintah, sekaligus penentu stabilitas politik. Karena
itu DPR maupun DPRD sebagai lembaga perwakilan terlalu pasif dan tidak
pernah memberikan koreksi ataumengingatkan Eksekutif, justru mereka yang
kehilangan legitimasinya.Sebagai
sebuah institusi, para wakil dalam dewan atau lembaga perwakilan memiliki 6
(enam) fungsi dasar,yakni :1. Fungsi Perwakilan RakyatFungsi ini berhubungan
dengan posisi para aktivis partai(yang mewakili rakyat) sebagai agregator
danartikulator aspirasi masyarakat. DPRD yang baik adalah yang sanggup
memahami, menjaring, merekamaspirasi masyarakat.2. Fungsi LegislasiFungsi ini
berhubungan dengan upaya menterjemahkan aspirasi masyarakat menjadi
keputusan-keputusan politik yang nantinya dilaksanakan oleh pihak
Eksekutif (pemerintah). Disini kwalitas anggota DPRD diuji.Mereka harus mamapu
merancang dan menentukan arah serta tujuan aktivitas pemerintahan sesuai
dengankondisi dan kebutuhan setempat.
3. Fungsi Legeslative ReviewFungsi ini berhubungan dengan upaya
menilai kembali semua produk politik yang secara umum dirasakanmengusik rasa keadilan
ditengah masyarakat seperti dinilai atau dirasakan:a. Membebani masyarakat,
seperti penentuan objek pajak. b. Memebatasi hak-hak masyarakat, seperti penertiban PKL.c. Megakibatkan
ketimpangan distribusi sumber daya alam, seperti pengalihan lahan pertanian
menjadilapangan golf.4. Fungsi PengawasanFungsi yang berkaitan dengan upaya
memastikan pelaksanaan keputusan politik yang telah diambil
tidak menyimpang dari arah dan tujuan yang telah ditetapkan. Idealnya
anggota DPRD tidak sekedar mendeteksiadanya penyimpangan yang bersifat
prosedural, juga diharapkan dapat mendeteksi penyimpangan teknis, sepertidalam
kasus bangunan fisik yang daya tahannya diluar perhitungan normal.5. Fungsi
AnggaranFungsi ini berkaitan dengan kemampuan DPRD mendistibusikan sumber daya
lokal (termasuk anggaran, dsb)sesuia dengan skala prioritas yang secara politis
telah ditetapkan6. Fungsi Pengaturan Politik Melalui fungsi ini anggota DPRD dituntut untuk:a. Menjadi
fasilitator aspirasi dan konflik yang ada pada tataran masyarakat, sehingga
menghindari pengunaankekerasan pada tingkat masyarakat. b. Menjadi
mediator kepentingan masyarakat dengan pemerintahDalam melaksanakan
fungsi-fungsi itu DPR maupun DPRD mepunyai hak-hak; mengadakan
penyelidikan(angket) dan mengubah aturan yang berlaku (amandemen).Aktualisasi
fungsi dan hak tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling berkaitan.
James Lee (dalamRiswandha 1975:156 ± 175) memasukkan faktor-faktor tersebut
kedalam 3 (tiga) kelompok:1. Stimuli Ekternal, yang mencangkup apiliasi partai
politik, kepentingan pemilih, input output Eksekutif, danaktivitas
kelompok-kelompok penekan.2. Setting psikologis, yaitu predisposisi personal,
sikap, dan peran-peran yang dijalankan, serta harapan-harapannya.3. Komunikasi
Intra-institusional, baik formal maupun informal yang berpotensi menggantikan
ataumembesarkan pengaruh faktor-faktor lain yang telah disebutkan. Secara
skematis pengaruh ini pada bagan berikut:
Dalam pembuatan Peraturan Daerah, DPRD bermitra dengan Kepala
Daerah. Hal ini diatur dalam Pasal 42 UU No. 32 th. 2004 ayat (1) point
(a) yang berbunyi ³DPRD mempunyai tugas dan wewenang: membentuk Perdayang
dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama. Sementara
dalam pasal Pasal 44 ayat(1) point (a) disebutkan bahwa Anggota DPRD mempunyai
hak: mengajukan rancangan Perda.Kalau DPRD memiliki fungsi mandiri berupa
pengawasan dan perwakilan maka Kepala Daerah memilikifungsi mandiri berupa
pembuatan keputusan Kepala Daerah untuk menjabarkan Peraturan Daerah
danmemimpin penyelenggaraan pemerintahan Daerah berdasarkan kebijakan yang
ditetapkan bersama denganDPRD. Yang dimaksud dengan penyelenggaraan pemerintah
Daerah ialah melaksanakan kebijakan publik,menegakkan Peraturan Daerah dan
keputusan Daerah, memberikan pelayanan publik kepada warga masyarakat,mencari
dan mengolah informasi yang diperlukan. Perangkat Daerah, seperti dinas Daerah
dan lembaga teknisDaerah lainnya. Yang dipimpin oleh Sekretaris Daerah yang
sehari- hari melaksanakan keempat bentuk penyelenggaraan pemerintahan
tersebut dibawah pengendalian dan pengarahan Kepala Daerah. Hal ini DPRDakan
lebih menonjol dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan fungsi perwakilan,
sedangkan perangkatDaerah dan Kepala Daerah akan lebih menonjol dalam
implementasi kebijakan, penegakan Peraturan, dan pemberian pelayanan
publik kepada warga masyarakat.Karena itu tidak mengherankan bila hubungan DPRD
dengan jajaran Eksekutif Daerah akan lebih berlangsungdinamis karena penuh
perdebatan dan adu argumentasi, tanya jawab yang hidup dan transparan, dan
konflik kepentingan. DPRD misalnya agar APBD dan Peraturan Daerah lainnya
agar dirumuskan secara operasioanaltidak saja menyangkut kewenangan Legislatif
mereka tetapi juga karena harus memperjuangkan kepentingankonstituennya dalam
APBD dan Peraturan Daerah lainnya. Kepala Daerah dan Perangkat Daerah
mungkinsukar menerima kenyataan ini mengingat pada masa lalu kalangan
Eksekutiflah yang secara praktis menentukanarah dan bentuk APBD dan Peraturan
Daerah lainnya. Kalangan Eksekutif harus belajar menerima kenyataanyang
seharusnya itu. Tetapi kalangan Eksekutif tidaklah begitu saja kehilangan
pengaruh karena bertindak proporsional perangkat Daerah justru
unggul dalam informasi dan keahlian. Dialek kita antara aspirasimasyarakat yang
diperjuangkan oleh para anggota DPRD dan program yang disusun berdasarkan
informasi(yang lengkap dan akurat) dan keahlian yang dibawakan oleh pihak
jajaran Eksekutif justru akan melahirkankeputusan politik yang terbaik menurut
ruang dan waktu serta dapat dilaksanakan.Hubungan DPRD dan jajaran Eksekutif
yang dinamis juga terjadi dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasandan fungsi
perwakilan DPRD. Dari ketiga fungsinya tersebut, kemungkinan besar pelaksanaan
fungsi pengawasan dan fungsi perwakilanlah yang akan sangat menonjol.
Berangkat dari kewenangan DPRD memintaketerangan yang akan disertai ancaman
sanksi bagi yang menolaknya, keberanian para anggota DPRD semakinmeningkat baik
untuk menggunakan hak meminta keterangan kepada Pemda, hak mengajukan
pertanyaan pendapat, hak mengadakan penyelidikan dan hak meminta
pertanggungjawaban Kepala Daerah maupunmengajukan pertanyaan kritis secara
transparan. Hal ini tidak saja memerlukan sikap dan perilaku dari
pihak Eksekutif karena pada masa lalu mereka mudah sekali menjinakkan pertanyaan
anggota DPRD tetapi jugamemerlukan pendekatan baru dalam merespon pertanyaan
yang kritis dari para anggota DPRD. Pendekatan baru yang dimaksud adalah
profesionalisme dalam melaksanakan tugas mentaati hukum dalam
menggunakankewenangan, dan transparan dan kejujuran dalam sikap dan
tindakan.Kebijakan Publik Agar pemaparan kebijakan publik lebih jelas
sebelum membahas kebijakan publik terlebih dahulu akan dibahas pengertian
kebijakan dan pengertian publik. Baru setelah kedua pengertian tersebut dibahas
dilanjutkankemudian pengertian kebijakan publik.Istilah policy (kebijakan)
seringkali penggunaannya saling dipertukarkan dengan istilah-istilah lain
sepertitujuan (goals), program, keputusan, undang-undang ketentuan-ketentuan
usulan-usulan dan rancangan-rancangan besar ( Wahab, 1990).Seorang ahli,
Anderson (1979) merumuskan bahwa kebijakan itu adalah A purposive course of
action followed by an actor or set actors in dealing with problem or
matter of concern (serangkaian tindakan yang mempunyaitujuan tertentu yang
diikuti dan dilaksanakan oleh seorang atau kelompok pelaku guna memecahkan
suatumasalah tertentu).Sedangkan pengertian publik; dalam bukunya yang sama,
Islamy (1998) menjelaskan:
Kata publik mempunyai dimensi arti agak banyak, secara sosiologis
kita tidak boleh menyamakan denganmasyarakat. Perbedaan pengertian masyarakat
diartikan sebagai ³sistem antar hubungan sosial dimana manusiahidup dan tinggal
secara bersama ±sama´. Didalam masyarakat tersebut norma-norma atau nilai-nilai
tertentuyang mengikat atau membatasi kehidupan anggota-anggotanya. Dilain pihak
kata publik diartikan sebagai³kumpulan orang-orang yang menaruh perhatian,
minat atau kepentingan yang sama´. Tidak ada norma yangmengikat /membatasi
perilaku publik sebagaimana halnya pada masyarakat, karena publik itu sulit
dikenalisifat-sifat kepribadiannya (identifikasinya) secara jelas. Satu hal
yang menonjol mereka mempunyai perhatianatau minat yang sama.Untuk selanjutnya
pengertian publik sebagaimana yang telah diuraikan diataslah yang digunakan sebagai pembatas.
Selanjutnya pengertian kebijakan publik (public policy), Dye (1978) memberikan
definisi kebijakan publik sebagai ³is whatever governments choose to do or
not to do´. Edwards dan Sharkansky (1978) dalamIslamy (1997) mengartikan public
policy yang hampir mirip dengan definisi Dye tersebut diatas, yaitu
sebagai berikut:³«««.is what governments say and do, or not do. It is the
goals or purpose of governments programs«´(³adalah apa yang dinyatakan dan
dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan publik itu
berupasasaran atau tujuan program-program pemerintah«.´).Edwards dan Sharkansky
kemudian mengatakan bahwa kebijakan negara itu dapat ditetapkan secara jelas
dalam bentuk pidato-pidato pejabat teras pemerintah ataupun berupa program-program
dan tindakan-tindakan yangdilakukan pemerintah.Kemudian, berkaitan dengan
definisi kebijakan Anderson yang telah dikemukakan diatas, Anderson
(1979)mengatakan ³public policies are those policies developed by governmental
bodies and official ³. Berdasarkan pengertian dari Anderson
tentu saja pengertian kebijakan dapat dijabarkan sebagaimana diartikan Anderson pada uraian
sebelumnya. Jadi menurut Anderson
setiap kebijakan yang dikembangkan oleh badan atau pejabat pemerintah
dapat disebut kebijakan publik. Kebijakan publik tidak hanya yang dibuat oleh
lembaga/ badannegara tertinggi/tinggi saja, seperti dinegara kita MPR dan
Presiden tetapi juga oleh badan/pejabat disemua jenjang
pemerintahan.Sofian Effendi (1997) memberikan batasan kebijakan publik adalah
suatu tindakan pemerintah yang bertujuanuntuk mengatasi masalah-masalah yang
ada dalam masyarakat yang antara lain tidak mau bertanggungjawab.Jadi kebijakan
publik merupakan tindakan pemerintah yang bertujuan untuk mengatasi
masalah-masalah dalammasyarakat yang orang lain tidak mau mengatasinya.
Sedangkan menurut Dye (Darwin ,
1997) kebijakan publik adalah semua pilihan atau tindakan yang dilakukan
pemerintah, baik untuk melaksanakan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu,
lebih jauh lagi dikatakan bahwa pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu atau
tidak melakukan sesuatu, harus ada tujuannya (objek). Dan kebijakan publik
itu harus meliputi semua tindakan-tindakan pemerintah.Dari berbagai definisi
diatas, pada dasarnya yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah semua
tindakan pemerintah baik untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan
sesuatu, untuk mengatasi masalah-masalahdalam masyarakat, bentuknya berupa
Peraturan perundang-undangan atau program-program.Perumusan KebijakanMembuat
atau merumuskan suatu kebijakan, apalagi kebijakan itu berupa
Peraturan/Peraturan Daerah, bukanlahsuatu proses yang sederhana dan mudah. Hal
ini disebabkan karena terdapat banyak faktor atau kekuatan-kekuatan yang
berpengaruh terhadap proses pembuatan kebijakan tersebut. Suatu kebijakan/
Peraturan dibuat bukan untuk kepentingan politik (misalnya guna
mempertahankan status quo pembuat keputusan) tetapi justruuntuk meningkatkan
kesejahteraan hidup anggota masyarakat secara keseluruhan (Islamy, 1997).Untuk
memperjelas makna yang terkandung dalam perumusan kebijakan, Charles Lindblom
(dalam AbdulWahab 1990), menuturkan bahwa pembuatan kebijakan negara
(Public-Policy-marking) itu pada hakekatnya
merupakan ³an extermely complex, analytical and politica process
to which there is no beginning or end, andthe boundaries of which are mosed
uncertain. Somehow a complex set of forces that we call policy making alltaken
together, produses effects called policies.´ (merupakan proses politik yang
amat kompleks dan analisisdimana tidak mengenal saat dimulai dan diakhirinya,
dan batas-batas dari proses itu sesungguhnya yang palingtidak pasti.
Serangkaian kekuatan-kekuatan yang agak kompleks yang kita sebut sebagai
pembuatan kebijakannegara itulah yang membuahkan hasil yang disebut kebijakan).Raymond
Bour (dalam Wahab, 1990) merumuskan pembuatan kebijakan negara sebagai proses
transformasiatau pengubahan input-input politik menjadi output-output politik.
Pandangan yang diketengahkan oleh Bouer ini nampak amat oleh teori
analisis sistem sebagaimana dianjurkan oleh
David Easton (1963).Sementara
kalau kita mengikuti pendapat Anderson (1979) dan Tjokroamidjoyo (1976) mereka
membedakan pengertian pembuatan keputusan dan pembuatan kebijakan dengan
mengatakan: pembuatan kebijakan atau policy formulation sering disebut
juga policy making dan ini berbeda dengan pengambilan keputusan
karena pengambilan keputusan adalah pengambilan pilihan sesuatu alternatif
yang bersaing mengenai sesuatu hal danselesai sampai disitu. Sedangkan policy
making meliputi banyak pengambilan keputusan. Jadi menurutTjokroamidjoyo,
apabila pemilihan alternatif itu sekali dilakukan dan selesai, maka kegiatan
itu disebut pembuatan keputusan, sebaliknya bila pemilihan alternatif itu
terus-menerus dan tidak pernah selesai, makakegiatan tersebut dinamakan
perumusan kebijakan.Menurut Islamy (1997), langkah-langkah perumusan kebijakan
disusun sebagai berikut: a) Perumusan masalahkebijakan negara; b) Proses
memasukan masalah kebijakan negara ke dalam agenda pemerintah; c)
Perumusanusulan kebijakan negara; d) Proses legitimasi kebijakan negara; e)
Pelaksanaan kebijakan negara dan f)Penilaian kebijakan negara.Proses perumusan
kebijakan pada intinya adalah suatu tindakan dan interaksi dilingkungan
stakeholder yangmenghasilakan output dalam bentuk kebijakan. Menuruut Laswell
(dalam Dunn, 1998) bahwa tujuan ilmu-ilmukebijakan tidak sekedar untuk
memberikan penngetahuan yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaandemokrasi.
Secara singkat tekanan khususnya adalah perwujudan martabat manusia baik secara
teori maupunfakta. Jadi komitmen yang jelas terhadap nilai-nilai kemanusiaan
tertentu yaitu demokrassi dan martabatmanusia.Otonomi Daerah: Demokrasi Lokal
Dalam Proses Perumusan Peraturan DaerahDidalam konteks teoritis demokrasi
selalu berkaitan erat dengan desentralisasi kekuasaan. Dan
desentralisasi pada dasarnya diwujudkan dengan adanya otonomi pada tingkat
lokal untuk mengatur dan mengurus rumahtangganya sendiri, yang sejak
diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 sampai diberlakukannyaUU 32 Th
2004 sebagai hasil revisi dari UU terdahulu, Indonesia memasuki babak baru
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Dimana daerah memiliki wewenang
yang lebih besar dalam mengatur dan mengurusi rumahtangganya sendiri, dan ini
terlihat dari kewenangan pusat yang sudah dibatasi, yang selama ini
tingkatanotonomi daerah asas dekonsentrasi serta meningkatkan kewenangan
DPRD.Makna dari desentralisasi itu sendiri dapat dilihat dari banyak sisi
seperti yang dikemukakan oleh Ichlasul Amaldan Nasikun (1988) yang menyoroti
dari sudut pandang kandungan yang dimilikinya yaitu ³
desentralisasiadministratif dan desentralisasi politik. Desentralisasi
administratif pada umumnya disebut dekonsentrasi danmempunyai pendelegasian
sebagian wewenang pelaksanaan pada tingkat bawah. Pejabat-pejabat lokal
hanya berdasarkan rencana dan anggaran yang sudah ditentukan oleh pusat,
sedangkan desentralisasi politik berarti bahwa sebagian wewenang membuat
keputusan dan kontrol atas sumber-sumber dana diserahkan pada pejabat- pejabat
regional atau lokal´.Bahkan menurut Sofian Effendi (1993) ³ desentralisasi
tidak sekedar pendelegasian otoritas formal dalam bentuk dekonsentrasi
(pelimpahan wewenang implementasi kepada daerah) dan devolusi (pelimpahan
sebagianwewenang pembuat kebijakan dan pengendalian sumberdaya kepada
daerah)´.Sedangkan menurut Warsito Utomo (1998) ³otonomi atau desentralisasi
bukanlah semata-mata bernuansatechnical adminstration atau practical
administration saja. Tetapi juga harus dillihat sebagai process of
politicalinteraction. Dan ini berarti bahwa desentralisasi atau otonomi sangat
erat kaitannya dengan demokrasi, dimanayang diinginkan tidaklah hanya demokrasi
pada tingkat nasional, tetapi juga demokrasi lokal yang arahnya
kepada pemberdayaan atau kemandirian daerah´. Pendapat-pendapat
diatas termasuk pendapat yang mungkinsaja secara kontekstual, berbeda tentang
desentralisasi yang diterjemahkan dalam konteks otonomi daerah danmemang itu
dihubungkan karena otonomi itu sendiri sifatnya relatif dan tidak ada suatu
wilayah baik negaraatau daerah yang memiliki otonomi mutlak, karena interaksi
yang terjadi dengan lingkungan disekitarnya. Namun persoalaannya dalam
negara yang demokrasi, sejauh mana otonomi tersebut memberikan posisi yanglebih
besar pada rakyat sebagai pemilik kedaulatan tertinggi.Dalam arti kedaulatan
rakyat pada tingkat lokal akan memberikan konstribusi politik pada kedaulatan
rakyat pada tingkat yang lebih besar, negara yang antara lain berhubungan
dengan posisi rakyat dalam proses pemilihan pemimpin publik di daerah.
Dimana rakyat memiliki kebebasan untuk berpendapat dan memilihagen-agennya yang
duduk sebagai wakil-wakil mereka dilembaga Legislatif maupun pemimpin
publik dilembaga Eksekutif pada tinngkat lokal dengan bebas dalam sistem
demokratis.Menurut Ichlasul Amal (2000) pola hubungan eksekutif-legislatif
terbagi dalam tiga pola hubungan yakni :³dominasi Eksekutif, dominasi
Legislatif, dan hubungan yang seimbang´ dan lebih lanjut dikatakannya
dalamsuatu sistem politik satu negara ketiga pola hubungan tersebut tidak
berjalan dengan tetap´.Oleh karena itu untuk membangun pola hubungan yang ideal
antara Legislatif dan Eksekutif dalam aratiterciptanya keseimbangan antara
kedua lembaga tersebut sangat tergantung pada sistem politik yang
dibangun.Semakin demokratis sistem politik itu maka hubungan antara Legislatif
dan Eksekutif akan semakin seimbang.Sebaliknya semakin tidak demokratis sistem
politik suatu negara maka yang tercipta dua kemungkinan yaitudominatif
Eksekutif yang mencipatakan rezim otoriter dan dominatif Legislatif yang
mencipatakan anarki politik.Dan dalam pola yang seimbang antara Legislatif
dan Eksekutif itu pulalah hubungan yang hendak dibangunantara Legislatif dan
Eksekutif daerah dalam melaksanakan demokrasi lokal. Dimana melalui
keseimbangkekuasaan antara Legislatif dan Eksekutif didaerah diharapakan
mekanisme check and balances ditingkat lokaldapat direalisasikan dalam rangka
memperjuangkan kepentingan rakyat sebagai pemilik kedaulatan
tertinggi.Mengingat demokrasi lokal merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari sistem demokrasi nasional, makaformat demokrasi lokal sangat dipengaruhi
oleh sistem politik nasional sehingga berkaitan dengan proses perumusan
Peraturan Daerah, tentunya tidak melampaui perundang-undangan yang lebih
tinggi, namun dalam perumusan Perturan Daerah haruslah mempunyai
legitimasi, keabsahan tidak saja legitimasi dari sudut pandang penguasa
tetapi juga dari sudut pandang rakyat.Dipandang dari sudut penguasa sebagaimana
dikatakan A.M. Lipset (Budiardjo, 1996) ³legitimasi menyangkutkemampuan untuk
membentuk dan mempertahankan kepercayaan bahwa lembaga-lembaga atau
bentuk-bentuk politik yang ada adalah yang paling wajar untuk
masyarakat itu´, sedangkan dari sudut pandang rakyat,sebagaimana diuraikan
Miriam Budiardjo (1996) legitimasi atau ³Keabsahan adalah kenyakinan dari
anggota-anggota masyarakat masyarakat bahwa wewenangyang ada pada seseorang,
kelompok atau penguasa adalahwajar dan patut dihormati. Kewajaran ini
berdasarkan persepsi bahwa pelaksanaan wewenang itu seseuaidengan asas-asas dan
prosedur yang sudah diterima secara luas dalam masyarakat dan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan dan prosedur yang sah, jadi mereka yang diperintah
menganggap bahwa sudah wajar Peraturan-Peraturan dan keputusan yang dikeluarkan
oleh penguasa harus dipatuhi.Efektifitas KebijakanDalam Ensiklopedia
administrasi memberi pengertian tentang efektifitas sebagai berikut
:³Efektifitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai
terjadinya suatu efek atau akibat yangdikehendaki, kalau seseorang melakukan
suatu perbuatan denngan maksud tertentu yang memang dikehendaki.Maka orang itu
dikatakan efektif kalau menimbulkan atau mempunyai maksud sebagaimana yang
dikehendaki.(The Liang Gie, 1967)´.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu hal
dapat efektif adalah suatu kegiatan yang telahdilakukan memenuhi target yang di
inginkan atau tujuan yang telah ditetapkan.Pendapat lain juga memberikan
pengertian tentang efektifitas seperti Richard M. Steirs (1985 : 2)
sebagai berikut :³Bahwa makin rasional suatu organisasi, makin besar
kemampuan yang diperoleh kearah tujuan, organisasimakin efektif pula. Dengan
demikian efektifitas dipandang sebagai tujuan akhir oleh sebagian besar
organisasisetidaknya secara teoritis´.Definisi ini menyatakan bahwa efektifitas
dimaksudkan seberapa jauh organisasi itu mencapai tujuan sebegitu jauh
pula tingkat efektifitas yang telah dicapai. Berarti suatu kebijakan dapat
dianggap sudah efektif apabilatarget dari tujuan kebijakan telah terpenuhi.Maka
yang dimaksud Efektifitas Kebijakan adalah keberhasilan implemintasi kebijakan
tersebut dapat dicapaisecara tepat waktu.Keberadaan suatu organisasi salah
astunya adalah untuk mencapai tujuan kebijakan, seperti pendapat (MichaelKeely
: 1984 dalam Gibson dkk, 1996 : 38) sebagai berikut:³Pendekatan tujuan untuk
mendefinisikan dan mengevaluasi efektifitas merupakan pendekatan evaluasi
tertuadan paling luas digunakan´.Jadi pencapaian tujuan tidak dapat diukur bagi
organisasi yang tidak menghasilkan keluaran yang bersifatwujud.Suatu kebijakan
yang telah ditetapkan dapat bertahan lama dan relefan dengan tujuan maka dapat
digunakan 3(tiga) kriteria yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka
panjang.Dari model diatas penerapannya dalam proses perumusan Peraturan Daerah
antara Legislatif dan Eksekutif dengan menghasilkan Peraturan Daerah yang
baru ini dapat mempermudah pegawai untuk berurusan mengenaikenaikan pangkat,
gaji berkala yang sebelumnya harus melalui Biro Aparatur sekarang cukup
diselesaikan diBiro masing-masing sehingga dikatakan efisien. Suatu kebijakan
yang telah ditetapkan diharapakanmempermudah pegawai berurusan sehingga akan
puas. Bila Peraturan Daerah ini diterapkan, maka sasarannyaakan terus berupaya
mempertahankannya sehingga Peraturan Daerah itu akan dipatuhi oleh
pegawai.Kriteria tersebut menggunakan sejumlah literatur jangka pendek untuk
kelangsungan Peraturan Daerah jangka panjang seperti produktifitas,
efesiensi, fleksibilitas dan tingkat kepuasan :1. Jangka Pendek, suatu
kebijakan yang dilakukan pada tataran jangka pendek adalah mengukur suatu
produksi,dokumen yang selesai diproses dan klien yang dilayani. Sedangkan mutu
dikaitkan dengan kreteria ini adalahmenjadi efektifitas individu dari kelompok
sasaran.2. Jangka Menengah pada kreteria jangka menengah, persaingannya
dihubungkan dengan pengembangan, bagaimana suatu organisasi mampu
mewujudkan kemampuannya dalam berbagai situasi untuk dapatmenjalankan tugasnya
dalam menyelesaikan suatu wewenang yang telah diberikan.3. Jangka Panjang
kreteria efektifitas jangka panjang adalah dengan, memperhatikan suatu
kebijakan yang telahditetapkan dapat menjaga kelangsungan hidup sampai kepada
yang tidak kemungkinan suatu saat tidak sesuailagi dengan keadaan dan situasi
perkembangan jaman.
Gibson (1997) juga mengajukan suatu model tentang hubungan antara
fungsi manajemen, efektifitas individu,kelomppok dan organisasi yang bagaimana
diterapkan, dan difungsikan mencapai tujuan yang efektif sepertitertera pada
gambar berikut :Hubungan antar kelomppok, fungsi, individu dan organisasi
adalah dengan efektifitas yang bersifat langsungyang pembahasannya dapat
dilihat sebagai berikut.1. Pertimbangan manajerial adalah karena proses
manajerial yang melekat dengan proses manusia berhubungandengan organisasi
mengenai faktor ini
memungkinkan pemahaman perilaku manusia di tempat kerja.2. Sifat kerja
manajerial berasal dari perlunya mengkoordinasikan pekerjaan dalam organisasi.
Berdasarkansifatnya, organisasi memanfaatkan spesialisasi, tetapi adanya spesialisasi membutuhkan koordinasi.3. Teknik
manajerial semua ditujuankan pada penegakan efektifitas, artinya masyarakat
akan dapat menerimasuatu kebijakan apabila telah diterapkan dengan sepenuhnya
tanpa pandang bulu.Model implementasi dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn
(dalam Budi Winarso, 1989) bahwa untuk mengukur dan menjelaskan hasil
akhir dari suatu kebijakan yang efektif adalah pencapaian program.
Perludiperhatikan bahwa beberapa pelayanan yang sebenarnya dapat diberikan
tanpa mempunyai dampak substansional pada masalah yang diperkirakan
berhubungan dengan kebijakan suatu kebijaksanaan mungkindapat di
implementasikan secara efektif. Tapi gagal dampak substansional karena
kebijaksanaan tidak disusunsecara baik oleh instituisi dominan suatu kebijakan
diberlakukan kesemuanya faktor tersebut dapatmempengaruhi dan secara
bersama-sama mempunyai peran masing-masing mewujudkan implementasikebijakan.
Keberhasilan implementasi kebijakan ditentukan dengan adanya kelompok sasaran.
###
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rosali, 2005,
Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah
Secara Langsung
, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.Abdul Wahab, Solichin., 1990,
Pengantar Analisis Kebijakan Negara
,
Rienika Cipta, Jakarta.Alfian., 1993,
Komunikasi politik dan Sistem Politik Indonesia
,
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.Anderson, JE., 1979,
Public Policy Making Hoolt
,
Rinehart and Weston, NewYork.Budiardjo, Miriam, 1996,
Demokrasi di Indonesia Parlementer Dan Demokrasi Pancasila,
(terjemahan Samudra Wibawa, Agus Herwanto Hadna, Erwan, Agus
purwanto, Penyunting; Muhadjir Darwin) Pengantar Analisis Kebijakan
Publik,
Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Menghadapi
Era Tinggal Landas,
Solo.
PROSES LEGISLATIF DI INDONESIA
Legislative: membuat undang-undangEksekutif : kekuasaan yang
menyelenggarakanYudikatif : lembaga eksekutor (peninjau) atas penyelenggaraan
per-undanganLEGISLATIFAsal kata berasal dari kata ³legis´ dan berkembang menjadi
³legal´ lalu menjadi ³legislative´ sedangkan dari belanda
³legislatur´Legas : aturan menjadi legal kalau sesuai dengan aturanLegislative
: lembaga dan produknya adalah legisLegilatif bisa juga dikatakan sebagai wakil
rakyat yang di
hasilkan melalui pemilihan umum dan bisa disimpulkan bahwa legislatgif adalah lembaga / organisasi perwakilan rakyat yang dihasilkan dari hasil pemiludan membuat undang-undang.Mengapa Negara perlu legislative?1.
Karena sebagai syarat/ prinsip dari Negara demokrasi2.
Untuk menghindari kekuasaan yang absoluteKekuasaan cendrung buruk
dan untuk mengatasinya harus ada yang control atau di imbangi. Cendrung
buruk maksudnya pengulangan cara dan menggunakanya lebih kepada
kepentingan sedndiri.Pentingnya legislativeAgar tidak terjadi kekuasaan yang
absolute maka dibagi lembaga-lembaga tinggi Negara salah satunyalegislative
dimana hasil pilihan rakyat.Dimana kakuasaan absolute itu akan menciptakan hal yang buruk,. Untuk mencegahnya maka harus adatindakan control/ diimbangiKarena kekuasaan
absolute akan menimbulkan:
1. Dominasi
2. Eksploitasi
3. Diskriminasi tentang perbedaan perlakuanAbsolute menciptakan
dominasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar